Bahasa Arab bukan sekadar alat komunikasi; ia adalah gerbang utama menuju Berbunga Bahasa Arab yang kaya akan khazanah keilmuan Islam. Dari Al-Qur’an hingga ribuan kitab kuning yang ditulis oleh ulama terdahulu, pemahaman yang mendalam tentang Islam mustahil tercapai tanpa menguasai Berbunga Bahasa Arab. Ia adalah bahasa yang menopang fondasi peradaban Islam dan terus menjadi jembatan bagi mereka yang ingin menyelami samudra ilmu agama. Dengan Berbunga Bahasa Arab, pintu-pintu kebijaksanaan akan terbuka.
Pentingnya Berbunga Bahasa Arab dimulai dari kedudukannya sebagai bahasa Al-Qur’an dan Hadis Nabi Muhammad SAW. Al-Qur’an, sebagai mukjizat terbesar Nabi, diwahyukan dalam Bahasa Arab, dan pemahaman yang otentik hanya bisa dicapai dengan memahami nuansa bahasa aslinya. Terjemahan, meskipun membantu, tidak akan pernah bisa menangkap seluruh kedalaman makna, keindahan retorika, dan konteks linguistik yang terkandung dalam teks Arab asli. Hal yang sama berlaku untuk Hadis, yang merupakan penjelas dan pelengkap Al-Qur’an.
Di pesantren, pembelajaran Bahasa Arab menjadi prioritas utama. Santri memulai dengan ilmu Nahwu
(sintaksis) dan Shorof
(morfologi), yang merupakan fondasi tata bahasa Arab. Nahwu
mengajarkan bagaimana menyusun kalimat yang benar dan memahami perubahan harakat akhir kata yang memengaruhi makna, sedangkan Shorof
mengajarkan bagaimana mengubah bentuk kata untuk menghasilkan makna yang berbeda (misalnya, dari kata kerja menjadi kata benda, atau bentuk aktif menjadi pasif). Tanpa penguasaan kedua ilmu ini, membaca dan memahami Kitab Kuning akan sangat sulit. Seorang guru senior di Pesantren Modern Darussalam, Ustaz Lutfi Hakim, pada sesi muhadharah (ceramah) setiap Selasa malam, selalu mengingatkan, “Bahasa Arab itu adalah kunci; tanpa kunci, kita tidak bisa masuk ke dalam rumah ilmu.”
Selain Nahwu
dan Shorof
, santri juga mempelajari ilmu Balaghah
(retorika dan gaya bahasa), Ma'ani
(makna), Bayan
(kejelasan), dan Badi'
(keindahan). Ilmu-ilmu ini memungkinkan santri untuk mengapresiasi keindahan sastra Al-Qur’an dan Hadis, serta memahami maksud tersembunyi dan gaya bahasa yang digunakan. Ini sangat krusial dalam menafsirkan teks-teks agama dengan benar. Misalnya, dalam menafsirkan sebuah ayat Al-Qur’an, pemahaman istilah majazi (metafora) atau kinayah (kiasan) dari ilmu Balaghah
sangatlah penting agar tidak salah dalam menarik kesimpulan hukum atau makna. Pada sebuah diskusi panel tentang kurikulum pesantren di forum Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 20 Juni 2025, Ketua Komisi Fatwa menekankan urgensi penguatan Bahasa Arab di semua jenjang pendidikan Islam.
Dengan penguasaan Bahasa Arab yang kokoh, para santri tidak hanya bisa membaca Kitab Kuning, tetapi juga mampu menelaah, menganalisis, dan bahkan berijtihad dari sumber aslinya. Ini memungkinkan mereka untuk mengambil ilmu secara langsung dari sumbernya, tanpa bergantung pada terjemahan semata, sehingga benar-benar membuka khazanah keilmuan Islam yang luas.